Manajemen Persediaan
MANAJEMEN PERSEDIAAN
A. Pengertian Persediaan
Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari peralatan atau mesin. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi ataupun suku cadang.
Sebagai salah satu asset penting dalam perusahaan – karena biasanya mempunyai nilai yang cukup besar serta mempunyai pengaruh terhadap besar kecilnya biaya operasi – perencanaan dan pengendalian persediaan merupakan salah satu kegiatan penting untuk mendapat perhatian khusus dari manajemen perusahaan.
B. Fungsi Persediaan
Beberapa fungsi penting persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan, yaitu :
1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.
3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang secara musiman atau inflasi
4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia di pasaran.
C. Klasifikasi ABC dalam Persediaan
Pengendalian persediaan dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain dengan menggunakan analisis nilai persediaan. Dalam analisis ini, persediaan dibedakan berdasarkan nilai investasi yang terpakai dalam satu periode. Biasanya, persediaan dibedakan dalam tiga kelas, yaitu A, B, dan C berdasarkan atas nilai persediaan. Yang dimaksud dengan nilai dalam klasifikasi ABC bukan harga persediaan per unit, melainkan volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode (biasanya satu tahun) dikalikan dengan harga per unit.
Kriteria masing-masing kelas dalam klasifikasi ABC, sebagai berikut :
1. Kelas A – Persediaan yang memiliki volume tahunan rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total persediaan, meskipun jumlahnya hanya sedikit, biasa hanya 20% dari seluruh item. Persediaan yang termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian yang tinggi dalam pengadaannya karena dalam kelas ini memerlukan perhatian tinggi dalam pengadaannya karena berdampak biaya yang tinggi. Pengawasan harus dilakukan secara intensif.
2. Kelas B – Persediaan dengan nilai volume tahunan rupiah yang menengah. Kelompok ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan tahunan, dan sekitar 30% dari jumlah item. Di sini diperlukan teknik pengendalian yang moderat.
3. Kelas C – Barang yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah, yang mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50% dari jumlah item persediaan. Di sini diperlukan teknik pengendalian yang sederhana, pengendalian hanya dilakukan sesekali saja.
Nilai persentase di atas tidak mutlak, namun tergantung dari kebijakan perusahaan. Demikian pula jumlah kelas, tidakterbatas pada tiga kelas, tetapi dapat dilakukan untuk lebih dari tiga kelas atau kurang.
Contoh 1 :
Suatu perusahaan dalam proses produksinya menggunakan 10 item bahan baku. Kebutuhan persediaan selama satu tahun dan harga bahan baku per unit seperti dalam tabel berikut :
Tabel 1. Data Item Persediaan
<><><><></> </> </> </> <><><><></> </> </> </> <><><><></></></></>
Item
|
Kebutuhan (unit/tahun)
|
Harga (rupiah/unit)
|
H – 102
H – 103
H – 104
H – 105
H – 106
H – 107
H – 108
H – 109
H – 110
|
800
3.000
600
800
1.000
2.400
1.800
780
780
1.000
|
600
100
2.200
550
1.500
250
2.500
1.500
12.200
200
|
Untuk membagi kesepuluh jenis persediaan tesebut dalam tiga kelas A, B, C dapat dilakukan sebagai berikut :
Tabel 2 Klasifikasi ABC dalam Persediaan
Item
|
Volume tahunan (unit)
|
Harga per unit
(rupiah)
|
Volume tahunan (ribu rp)
|
Nilai kumulatif (ribu rp)
|
Nilai kumulatif (persen)
|
Kelas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
H – 109
H – 107
H – 105
H – 103
H – 108
H – 106
H – 101
H – 104
H – 102
H - 110
|
780
1.800
1.000
600
780
2.400
800
800
3.000
1.000
|
12.200
2.500
1.500
2.200
1.500
250
600
550
100
200
|
9.516
4.500
1.500
1.320
1.170
600
480
440
300
200
|
9.516
14.016
15.516
16.836
18.006
18.606
19.086
19.526
19.826
20.026
|
47,5
70,0
77,5
84,1
89,9
92,9
95,3
97,5
99,0
100,0
|
A
A
B
B
B
C
C
C
C
C
|
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa :
1. Kelas A memiliki volume tahunan rupiah sebesar 70,0% dari total persediaan, yang terdiri dari 2 item (20%), yaitu item H-109 dan H-107.
2. Kelas B memiliki nilai volume tahunan rupiah sebesar 19,9% dari total persediaan, yang terdiri dari item 3 (30%) persediaan
3. Kelas C memiliki nilai volume tahuna rupiah sebesar 10,1% dari total persediaan, yang terdiri dari 5 item (50%) persediaan
Apabila digambarkan dalam bentuk diagram Pareto, dapat terlihat bagaimana besarnya proporsi kelas A dibandingkan kelas B dan C seperti dalam Gambar 1 :
| |||
| |||
|
|
D. Biaya-Biaya dalam Persediaan
Unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1.Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan (ordering cost, procurement costs) adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan/barang, sejak dari penempatan pemesanan sampai tersedianya barang di gudang. Biaya pemesanan ini meliputi semua biaya administrasi dan penempatan order, biaya pemilihan vendor/pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan pemeriksaan barang
2.Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan (carrying costs, holding costs) adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Yang termasuk biaya ini, antara lain biaya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya asuransi ataupun biaya kerusakan, kehilangan atau penyusutan barang selama penyimpanan.
3.Biaya Kekurangan Persediaan
Biaya kekurangan persediaan (shortage costs, stockout costs) adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu diperlukan. Biaya kekurangan persediaan ini pada dasarnya bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan. Dalam perusahaan manufaktur, biaya ini merupakan biaya kesempatan yang timbul misalnya karena terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak adanya bahan yang diproses, yang antara lain meliputi biaya kehilangan waktu produksi bagi mesin dan karyawan.
Biaya kekurangan persediaan sulit untuk diukur dan sering hanya diperkirakan besarnya secara subyektif. Namun, tidak berarti biaya kekurangan persediaan itu tidak bias dihitung. Tabel 3 berikut ini merupakan suatu contoh bagaimana menghitung biaya kekurangan persediaan. Pendekatan yang dilakukan dengan mencari rata-rata kerugian yang timbul akibat tidak tersedianya persediaan dan probabilitas terjadinya untuk setiap kasus
Tabel 3 Contoh Perhitungan Biaya Kekurangan Persediaan
Kasus
|
Jumlah observasi
|
Probabilitas
|
Kerugian (Rp/kasus)
|
Rata-rata biaya (Rp)
|
Tertundanya penjualan
Kehilangan penjualan
Kehilangan pelanggan
|
50
130
20
|
0,25
0,65
0,10
|
0
500
20.000
|
0
325
2.000
|
Jumlah
|
200
|
1,00
|
2.325
|
E. Model-Model Persediaan
Untuk memudahkan dalam pengambilan keputusan, telah dikembangkan beberapa model dalam manajemen persediaan :
1. Model Persediaan Kuantitas Pesanan Ekonomis
Kuantitas pesanan ekonomis (economics order quantity/EOQ) merupakan salah satu model klasik, diperkenalkan oleh FW Harris pada tahun 1914, tetapi paling banyak dikenal dalam teknik pengendalian persediaan. EOQ banyak dipergunakan sampai saat ini karena mudah dalam penggunaannya, meskipun dalam penerapannya harus memperhatikan asumsi yang dipakai.
Asumsi tersebut sebagai berikut :
§ Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam
§ Kebutuhan / permintaan barang diketahui dan konstan
§ Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui dan konstan
§ Barang yang dipesan diterima dalam satu kelompok
§ Harga barang tetap dan tidak tergantung dari jumlah yang dibeli
§ Waktu tenggang (lead time) diketahui dan konstan
Grafik persediaan dalam model ini seperti dalam gambar 2 :
Gambar 2 Grafik Persediaan dalam Model EOQ
Jumlah Persediaan
(Unit)
|
| |||||||
| ||||||||
| ||||||||
|
| |||||||
Gambar 2. Grafik Persediaan dalam Model EOQ
Nilai Q yang optimal / ekonomis dapat diperoleh dengan menggunakan tabel dan grafik atau dengan menggunakan rumus / formula
Cara Tabel dan Grafik
Contoh :
PT Feminim merupakan suatu perusahaan yang memproduksi tas wanita. Perusahaan ini memerlukan suatu komponen material sebanyak 12.000 unit selama satu tahun. Biaya pemesanan komponen itu Rp. 50.000 untuk setiap kali pemesanan, tidak tergantung dari jumlah komponen yang dipesan. Biaya penyimpanan (per/unit/tahun) sebesar 10% dari nilai persediaan. Harga komponen Rp. 3.000 per unit.
Berdasarkan data itu, manajer perusahaan dapat menentukan jumlah pesanan yang paling ekonomis (EOQ) yang dapat memberikan biaya total persediaan terendah. Perhitungan untuk memperoleh EOQ pada kasus ini dapat dilihat dalam Tabel 4 :
Tabel 4. Contoh Perhitungan EOQ dengan Cara Tabel
Frekuensi pesanan (kali)
|
Jumlah pesanan (unit)
|
Persediaan rata-rata (unit)
|
Biaya pemesanan (rupiah)
|
Biaya penyimpanan (rupiah)
|
Biaya total (rupiah)
|
1
2
3
4
5
6
7
8
|
12.000
6.000
4.000
3.000
2.400
2.000
1.714
1.500
|
6.000
3.000
2.000
1.500
1.200
1.000
857
750
|
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
|
1.800.000
900.000
600.000
450.000
360.000
300.000
257.100
225.000
|
1.850.000
1.000.000
750.000
650.000
610.000
600.000
607.100
625.000
|
Apabila data dituangkan dalam bentuk grafik seperti pada gambar 3 :
Biaya (Rp.)
`
Frekuensi
Cara Formula
Dalam metode ini digunakan beberapa notasi sebagai berikut :
D = jumlah kebutuhan barang (unit/tahun)
S = biaya pemesanan atau biaya setup (rupiah/pesanan)
h = biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang)
C = harga barang (rupiah / unit)
H = h X C = biaya penyimpanan (rupiah/unit/tahun)
Q = jumlah pemesanan (unit/pesanan)
F = frekuensi pemesanan (kali/tahun)
T = jarak waktu antar pesanan (tahun, hari)
TC = biaya total persediaan (rupiah/tahun)
Biaya pemesanan per tahun :
= frekuensi pesanan X biaya pesanan
Biaya penyimpanan per tahun
= persediaan rata-rata X biaya penyimpanan
EOQ terjadi bila biaya pemesanan = biaya penyimpanan
Biaya total per tahun = biaya pemesanan + biaya penyimpanan
Dengan menggunakan contoh kasus Feminim, kita memperoleh data sebagai berikut :
D = 12.000 unit
S = Rp. 50.000
h = 10%
C = Rp. 3.000
H = hxC = Rp. 300
EOQ dapat dihitung sebagai berikut :
EOQ = Q* = √(2) (12.000) (50.000) = 2.000 unit
300
Jumlah frekuensi pesanan yang paling ekonomis ialah :
F* = D
Q
= 12.000 / 2.000 = 6 kali/tahun
Jika 1 tahun sama dengan 365 hari maka jangka waktu antar tiap pesanan ialah :
T* = Jumlah hari kerja per tahun
Frekuensi pesanan
= 365/6 = 61 hari
Contoh 2 : PT Neng Geulis merupakan suatu kontraktor yang sedang melakukan konstruksi di daerah Ciamis. Perusahaan ini menggunakan sebuah generator untuk memompa air selama 300 hari dalam setahun. Generator itu memerlukan bahan bakar 40 liter bensin per hari. Biaya penyimpanan dan penanganan bahan bakar Rp. 2.000 per lt/tahun. Biaya pemesanan dan penerimaan pengiriman bahan bakar Rp. 120.000 setiap kali pemesanan.
- Berapa ukuran pesanan yang optimal ?
- Hitung masing-masing biaya pemesanan dan biaya penyimpanan per tahun
Frekuensi pesanan (kali)
|
Jumlah pesanan (unit)
|
Persediaan rata-rata (unit)
|
Biaya pemesanan (rupiah)
|
Biaya penyimpanan (rupiah)
|
Biaya total (rupiah)
|
1
2
3
4
5
6
7
8
|
12.000
6.000
4.000
3.000
2.400
2.000
1.714
1.500
|
6.000
3.000
2.000
1.500
1.200
1.000
857
750
|
120.000
240.000
360.000
480.000
600.000
720.000
840.000
960.000
|
300.000
150.000
100.000
75.000
60.000
50.000
42.850
37.500
|
420.000
390.000
460.000
555.000
660.000
770.000
882.850
997.500
|
2. Model Persediaan dengan Pesanan Tertunda
Dalam banyak situasi, kekurangan persediaan yang direncanakan dapat disarankan. Hal ini banyak dilakukan pada perusahaan yang persediaannya bernilai tinggi, yang dapat mempengaruhi tigginya biaya penyimpanan. Dealer mobil dan mesin industri, misalnya jarang memiliki persediaan besar karena alas an ini.
Gambar 4 menunjukkan tingkat persediaan sebagai fungsi dari wkatu dalam model pesanan tertunda
Tingkat persediaan (Unit)
| |||
Gambar 4 Grafik Persediaan dalam Model Pesanan Tertunda
Q merupakan jumlah setiap pesanan, sedangkan (Q-b) merupakan on hand inventory, yang menunjukkan jumlah persediaan pada setiap awal siklus persediaan yaitu jumlah persediaan yang tersisa setelah dikurangi back order. b merupakan back order yaitu jumlah barang yang dipesan oleh pembeli tetapi belum dapat dipenuhi.
Apabila B merupakan kerugian (dalam rupiah/unit/tahun) yang timbul akibat tidak tersedianya persediaan, maka dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Jumlah persediaan yang tertinggal (on hand inventory) :
Besarnya b*:
Contoh :
Suatu agen alat perkakas listrik yang mendapat kiriman barang secara regular, dengan total penerimaan sebesar 240 unit/tahun. Biaya pesanan $ 50 dan biaya penyimpanan $ 10 per unit/tahun. Barang yang diterima terbatas sehingga perusahaan sering mengalami stok. Meskipun demikian, konsumen bersedia menunggu sampai pengiriman berikutnya tiba. Biaya kekurangan persediaan (stock-out cost) sebesar $ 5
Ukuran pesanan optimal (unit) dapat dihitung sebagai berikut :
Jumlah barang yang tersedia (unit) setelah pesanan tertunda dipenuhi :
Ukuran pesanan tertunda optimal :
3. Model Persediaan dengan Diskon Kuantitas
Banyak penjual melakukan strategi penjualan dengan memberikan harga yang bervariasi sesuai dengan jumlah yang dibeli, semakin besar volume pembelian semakin rendah harga barang per unit. Strategi ini disebut penjualan dengan diskon kuantitas (quantity discount). Untuk menentukan jumlah pesanan yang optimal dapat digunakan model persediaan dengan diskon kuantitas.
Biaya total persediaan dalam model ini merupakan jumlah dari biaya pemesanannya, biaya penyimpanan, dan biaya pembelian barang. Pada kasus ini, harga barang bervariasi tergantung dari jumlah setiap pesanan, sehingga biaya pembelian barangpun bervariasi.
Rumus biaya total persediaan :
Prosedur penyelesaian untuk mencari nilai jumlah pesanan yang paling ekonomis (EOQ) sebagai berikut :
1) Hitung EOQ pada harga terendah. Jika EOQ fisibel (jumlah yang dibeli sesuai dengan harga yang dipersyaratkan), kuantitas itu merupakan pesanan yang optimal.
2) Jika EOQ tidak fisibel, hitung biaya total pada kuantitas terendah pada harga itu.
3) Hitung EOQ pada harga terendah berikutnya. Jika fisibel, hitung biaya totalnya.
4) Jika langkah (3) masih tidak memberikan EOQ yang fisibel, ulangi langkah (2) dan (3) sampai diperoleh EOQ yang fisibel atau perhitungan tidak dapat lagi dilanjutkan.
5) Bandingkan biaya total dari kuantitas pesanan fisibel yang telah dihitung. Kuantitas optimal ialah kuantitas yang mempunyai biaya total terendah.
Contoh :
Toko kamera Rancakbana mempunyai tingkat penjualan kamera model EOS sebanyak 6.000 unit per tahun. Untuk setiap pengadaan kamera, toko itu mengeluarkan biaya US $300 per pesanan. Biaya penyimpanan kamera per unit per tahun sebesar 20% dari nilai barang. Tabel 5 menunjukkan harga barang per unit sesuai dengan jumlah pembelian
Tabel 5 Data Harga Barang Toko Rancakbana
Jumlah pembelian (unit)
|
Harga barang (US$/unit)
|
< 300
300 – 499
500 – 999
1.000 – 1.999
≥ 2.000
|
50
49
48,5
48
47,5
|
Jumlah pesanan ekonomis dan biaya total dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
1) EOQ pada harga terendah ($47.5 per unit) :
EOQ = √{2(6.000)(300) / 0.2 (47.5) = 616
EOQ ini tidak fisibel karena harga $47.5 hanya berlaku untuk pembelian sekurang-kurangnya 2.000 unit. Kuantitas terendah yang fisibel pada harga $47.5 ialah 2.000 unit. Biaya total pada kuantitas terendah ialah :
TC = (6.000/2.000)(300) + (2.000/2)(0.2)(47.5)+ 6.000 (47.5)=295,400
2) EOQ pada harga berikutnya ($48 per unit) :
EOQ = √{2(6.000)(300) /0.2(48)} = 612
EOQ ini juga tidak fisibel, karena harga $48 berlaku untuk pembelian 1.000 – 1.999 unit. Kuantitas terendah pada harga $48 per unit adalah 1.000 unit. Biaya total pada kuantitas pembelian 1.000 unit.
TC = 294,600
3) EOQ pada harga terendah berikutnya ($48.5 per unit) :
EOQ = √{2(6.000)(300) / 0.2(48.5) = 609
EOQ ini fisibel, karena harga $48.5 per unit berlaku untuk jumlah pembelian sebanyak 609 unit.
Biaya total pada kuantitas pembelian 609 unit :
TC= 296,909
Dari perhitungan di atas, diketahui biaya total terendah sebesar $294,600. Dengan demikian jumlah pesanan yang paling optimal adalah 1.000 unit.
4. Model Persediaan dengan Penerimaan Bertahap
Pada model persediaan yang telah dibahas, diasumsikan bahwa unit persediaan yang dipesan diterima sekaligus pada suatu waktu tertentu. Padahal, sering terjadi persediaan tidak diterima secara seketika tetapi berangsur-angsur dalam suatu periode. Untuk kasus seperti ini, model EOQ dasar tidak menjadi sesuai, diperlukan suatu model tersendiri sebagai model persediaan dengan penerimaan bertahap.
Rumus yang digunakan untuk model ini :
Menghitung jumlah pesanan optimal
Jumlah persediaan maksimum
Biaya total per tahun
Waktu siklus (cycle time) merupakan fungsi dari Q dan rata-rata penggunaan
Waktu siklus = Q/d
Waktu run (run time) merupakan fungsi dari Q dan rata-rata produksi
Waktu run = Q/p
Contoh :
PT Bonito merupakan industri sepatu wanita yang sedang berkembang. Jumlah permintaan sepatu kantor sebesar 10.000 unit per tahun, atau rata-rata 40 unit/hari. Sol sepatu dibuat sendiri dari kulit dengan kecepatam produksi 60 unit/hari. Biaya set-up untuk pembuatan sol sepatu sebesar Rp. 36.000, sedang biaya penyimpanan diperkirakan sebesar Rp. 6.000 per unit/tahun
Berdasarkan data di atas dapat diketahui :
D = 10.000 unit / tahun
d = 40 unit / hari
p = 60 unit / hari
S = Rp. 36.000 per set-up
H = Rp. 6.000 per unit/tahun
Jumlah persanan optimal :
Persediaan maksimum :
Biaya total per tahun :
Waktu siklus = Q/d = 600/40 = 15 hari
Waktu run = Q/p = 600/10 = 10 hari
Metode Nilai Persediaan
Penilaian persediaan bertujuan untuk mengetahui nilai persediaan yang dipakai/dijual atau persediaan yang tersisa dalam suatu periode.
Terdapat tiga metode yang digunakan dalam penilaian persediaan, yaitu :
1. Metode First In First Out (FIFO)
Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa harga barang persediaan yang sudah terjual atau dipakai dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk, persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang yang terakhir masuk
Contoh :
Data persediaan bahan baku yang dipakai dalam suatu proses peoduksi selama satu bulan terlihat dalam tabel di bawah ini :
Tanggal
|
Keterangan
|
Jumlah (unit)
|
Harga satuan (rupiah)
|
Total (rupiah)
|
1 Juni
10 Juni
15 Juni
25 Juni
|
Persediaan awal
Pembelian
Pembelian
Pembelian
|
300
400
200
100
|
1.000
1.100
1.200
1.200
|
300.000
440.000
240.000
120.000
|
Jumlah
|
1.000
|
1.100.000
|
Misalnya pada tanggal 30 Juni jumlah persediaan akhir sebanyak 250 unit, maka jumlah bahan baku yang terpakai sebesar 750 unit. Harga pokok bahan baku yang terpakai dapat dihitung sbb :
300 unit @ Rp. 1.000 = Rp. 300.000
400 unit @ Rp. 1.100 = Rp. 440.000
50 unit @ Rp. 1.200 = Rp. 60.000
750 unit = Rp. 800.000
Nilai persediaan akhir :
100 unit @ Rp. 1.200 = Rp. 120.000
150 unit @ Rp. 1.200 = Rp. 180.000
250 unit = Rp. 300.000
2. Metode Last In First Out (LIFO)
Metode ini mengasumsikan bahwa nilai barang yang terjual/terpakai dihitung berdasarkan harga pembelian barang yang terakhir masuk, dan nilai persediaan akhir dihitung berdasarkan harga pembelian yang terdahulu masuk. Dengan menggunakan contoh yang sama, harga pokok barang bahan baku yang dipakai :
100 unit @ Rp. 1.200 = Rp. 120.000
200 unit @ Rp. 1.200 = Rp. 240.000
400 unit @ Rp. 1.100 = Rp. 440.000
50 unit @ Rp. 1.000 = Rp. 50.000
750 unit = Rp. 850.000
Nilai persediaan akhirnya :
250 @ Rp. 1.000 = Rp. 250.000
3. Metode Rata-Rata Tertimbang (WA)
Nilai persediaan pada metode ini didasarkan atas harga rata-rata barang yang dibeli dalam suatu periode tertentu.
Nilai rata-rata persediaan :
= Rp. 1.100.000 = Rp. 1.100 per unit
1.000 unit
Nilai persediaan yang terpakai :
= 750 x Rp. 1.100 = Rp. 825.000
Nilai persediaan akhir :
= 250 x Rp. 1.100 = Rp. 275.000
Perbandingan atas hasil penilaian :
Metode FIFO
|
Metode LIFO
|
Metode Rata-Rata
| |
Penjualan (Rp)
Harga pokok (Rp)
Laba (Rp)
Persediaan akhir (Rp)
|
1.500.000
800.000
700.000
300.000
|
1.500.000
850.000
650.000
250.000
|
1.500.000
825.000
675.000
275.000
|